Sekolah kami terletak di sebuah kecamatan yang
berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. Tidak bisa disebut pinggiran, namun
bukan juga disebut sekolah perkotaan. Jarak sekolah kami ke kabupaten kurang
lebih 6,5 km. Siswa yang berada di sekolah kami merupakan siswa campuran. Kami
bilang campuran karena berasal dari dua kabupaten yang berbeda. Sebagian dari
Kabupaten Subang dan sebagian lagi berasal dari Kabupaten Indramayu. Semua itu
merupakan kekayaan dan modal sekolah
kami .
Sekolah kami walaupun letaknya agak minggir
tetapi keinginan untuk lebih maju sangatlah kuat. Kami memulai aktifitas di
sekolah itu pukul 6.30. hal ini dikarenakan sebelum proses pembelajaran kami
mengadakan apel pagi atau disebut juga pembiasaan pagi. Hal ini untuk membangun
karakter peserta didik dalam berbagai
hal. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pembiasaan pagi di sekolah kami
adalah membangun budaya literasi dalam diri siswa baik itu literasi buku,
literasi Qur’an, dan literasi lingkungan.Kegiatan awal dimulai dengan
membunyikan sirine. Kegiatan Literasi di sekolah kami berlangsung mulai hari
Selasa sampai dengan hari Jumat. Hal ini dikarenakan sekolah kami
menyelenggarakan sekolah lima hari.
Kegiatan membaca di sekolah kami bernama adalah
GEMA SPENSGO artinya Gerakan Membaca SMP Negeri 1 Cibogo dengan motto AKSI
yaitu Aktif, Kreatif, Sukses , dan Inovatif. Kami berharap gerakan ini bisa
menjadikan siswa di sekolah aktif membaca sehingga menjadi kreatif dan kelak
sukses dalam berinovasi.
Mendengar sirine dibunyikan siswa –siswi datang
berkumpul menuju lapangan upacara dan berbaris berdasarkan kelasnya
masing-masing. Piket termasuk saya memberikan kesempatan kepada mereka untuk
berkumpul dan merapikan barisannya selama 10 menit.
Pukul 6.30 pas kami mulai berdoa dipimpin oleh
perwakilan kelas yang ditugaskan secara bergantian.Kami berdoa dengan membaca
surat Al Fatihah. Surat Al Ikhlas, surat Al Falaq, dan surat An Nas. Setelah
selesai berdoa kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dipimpin oleh
salah seorang siswa yang menjadi dirigennya. Setelah kedua kegiatan tersebut
semua siswa kami persilakan duduk dan membuka bukunya. Kami melakukan kegiatan
membaca senyap selama 15 menit . Buku yang mereka baca beragam tergantung yang
mereka miliki dan buku yang ada di perpustakaan sekolah. Kami tidak mematok
buku yang harus dibaca siswa ,hal ini dikarenakan takut memberatkan orang tua
yang pada umumnya berekonomi menengah ke bawah. Yang penting adalah membiasakan
siswa untuk membaca, menanamkan kepada siswa bahwa membaca itu adalah suatu
kebutuhan primer.
Pembiasaan yang kami terapkan bukan tanpa
masalah. Permasalahan pertama adalah ketersediaan buku fiksi yang mereka
miliki, permasalahan berikutnya adalah mereka menganggap membaca itu adalah
bukan hal yang penting. Kedua permasalahan yang sangat mendasar ini tentunya
membuat pembiasaan berjalan seperti siput. Mereka membawa buku dan membaca itu
kami paksakan. Kami tidak mau ketidakadaan buku menjadi penghalang dalam
menggiatkan gerakan Literasi ini. Kami pontang panting mencoba membantu
mengadakan buku untuk siswa yang tidak bisa membeli buku.
Sebulan pertama masih berat memaksanya, ibarat
menggiring orang ke kamar kecil untuk BAB.Kami berusaha bahu membahu mendorong
mereka untuk mencintai kegiatan membaca supaya lancar.
Bulan berikutnya setelah kami mendapatkan
bimtek Literasi di Lembang, kami mendapatkan tantangan untuk mengikuti kegiatan
WJLRC. Dalam kegiatan ini siswa ditantang untuk melakukan kegiatan membaca
minimal 24 buku dalam kurun waktu 10 bulan. Secara sepintas memang mudah, hanya
24 buku akan tetapi dalam tantangan ini siswa selain melakukan kegiatan membaca
dilanjutkan dengan diskusi dengan teman-temannya dan diakhiri dengan pembuatan
reviu dari buku tersebut.
Bismillah... kami ingin membuktikan kepada
teman-teman yang lain bahwa sekolah kami ada. Mulailah kami mengikuti kegiatan
tantangan ini dengan berdiskusi dengan Bapak Kepala Sekolah, Orang tua, dan
teman-teman di perpustakaan. Langkah pertama adalah tentang buku yang harus
dibaca adalah minimal 120 halaman dan orang tua menunjukkan kesulitan untuk
menyediakannya. Kami meloby kepada Bapak Kepala Sekolah dan alhamdulillah
beliau bersedia memberikan alokasi dana untuk penyediaan buku. Kami , tim
pembimbing berangkat ke Palasari untuk membeli buku bacaan minimal 18 buku. Hal
ini dikarenakan peserta yang mengikuti tantangan ini sebanyak 18 orang. Setelah
mereka selesai membaca satu buku kemuadian di minggu kedua mereka belajar
mempresentasikan buku yang mereka baca . Minggu ketiga kami melakukan pembuatan
reviu dengan model Ichikawa Fishbone. Pembuatan reviu kami lakukan bersama-sama
di perpustakaan karena mereka masih harus dibimbing cara pembuatannya.Dalam
Ichikawa Fishbone hal yang dimuat adalah apa, siapa, dimana, kapan,mengapa, dan
bagaimana peristiwa dalam buku itu berlangsung.Setelah pembuatan model reviu
kami mengintruksikan untuk memfoto hasil reviu tersebut.Dan minggu keempatnya
kami mengupload reviu siswa ke web Literasi Jabarprov.
Bulan kedua kami sibuk mencarikan buku bacaan,
dan tertolong dengan adanya Bazar murah di Gramedia.Kami menegosiasi Bapak
Kepala Sekolah untuk memberikan alokasi dana pembelian buku. Dan lagi-lagi
alhamdulillah beliau memberikannya.Kami berangkat ke Bandung untuk membeli buku
tersebut seharian karena antri dan hanya diberikan waktu dua jam . Dengan
bermandikan peluh kami mencari buku diantara tumpukan gudang buku. Tapi kami
senang karena harapan kami adalah dengan peluh inilah nanti anak-anak kami akan
rajin membaca.
Bulan ketiga kami diundang oleh pegiat Literasi
Kabupaten Indramayu dalam rangka Safari Literasi Jawa Barat. Kami senang tiada
terkira, karena diantara puluhan sekolah yang mengikuti WJLRC kami terpilih
untuk menghadiri safari tersebut. Mulanya kami senang karena diundang semua
peserta WJLRC tapi mungki dengan pertimbangan lain kami hanya diundang satu
guru perintis, satu pembiming dan tujuh siswa. Kami ingin membuka mata hati
anak-anak kami bahwa membaca juga punya komunitas dan tidak semua siswa bisa
memperolehnya.
Bulan keempat kami memperoleh keberuntungan
lagi dengan mendapatkan bantuan buku dari perpustakaan Provinsi Jawa Barat. Duh
senangnya bukan main. Mungkin bagi sebagian orang atau sebagian sekolah itu
biasa , tapi bagi kami itu adalah anugrah terindah karena disaat kami sedang
kelimpungan cari buku ada yang memberikannya dengan cuma-Cuma walau harus
diambil sendiri tapi tidak masalah yang openting sekolah kami mendapatkan buku.
Kami berangkat ke Gudang Gramedia untuk mengambil buku tersebut dengan senang hati.
Kami diberikan buku sebanyak kurang lebih 60 buku.
Kegiatan kami berikutnya adalah ketika diajak
untuk menghadiri Launching WJLRC Jawa Barat di Pusdai Jawa Barat. Kami senang
karena bisa menyaksikan secara langsung kegiatan tersebut. Kami
diijinkan membawa dua siswa sebagai perwakilan peserta .Tapi yang paling
penting adalah ingin menunjukkan kepada
siswa kami bahwa kegiatan yang mereka lakukan itu besar dan intelek bukan
kegiatan ece-ece yang seperti teman-temannya bilang.Sepulang dari sana mereka yang
mewakili disuruh menceritakan kepada teman-temannya bagai mana meriahnya
kegiatan yang mereka saksikan.Mereka bercerita bertemu Bapak Wakil Gubernur dan
Ibunya.
Bulan kelima tantangan mulai goyah. Anak-anak
mulai merasa jenuh sehingga kami berusaha menotivasi mereka dengan berbagai
cara agar mereka tetap survive dalam mengikuti kegiatan tantangan ini sampai
selesai. Kami mengajak mereka ngobrol dan bercerita bahwa kegiatan kita itu
kegiatan tingkat provinsi. Kami sharring dengan teman-teman perintis yang lain
cara mengatasi kejenuhan yang dialami siswa.
O iya selain siswa yang diberi tantangan , kami
guru perintisnya pun diberikan tantangan membaca yaitu sebanyak 10 buku selama
10 bulan.Mungkin taman-teman akan mmemandang sebelah mata ya ? masa guru hanya
10 buku? Mungkin pertimbangan mereka yang di atas karena selain membaca guru
itu harus membimbing pererta WJLRC (hehehe membela diri) dan kami mencoba
mengikutinya sambil membimbing mereka.
Bulan-bulan berikutnya kegiatan berlangsung
naik turun . Hal ini dikarenakan di sekolah banyak kegiatan yang dilakukan dan
melibatkan siswa. Dimulai dengan HUT Sekolah, PTS, UN, US , dan lain sebagainya
yang kami pikir ada pengaruhnya terhadap naik turunnya kegiatan WJLRC di
sekolah kami.
Sampai akhirnya tamatlah bulan ke sepuluh dari
kegiatan itu. Kami sebagai pembimbing sudah pasrah dengan hasilnya. Hal ini
dikarenakan mereka dengan berbagai alasan berkurang waktu untuk membacanya.
Bulan pertama tahun ajaran berikutnya kegiatan
GLS kembali jalan di tempat karena dengan berbagai alasan kegiatan ini
dihentikan. Kami menyayangkan kegiatan sebagus ini harus dihentikan hanya
karena pemindahan kekuasaan. Tapi apalah artinya kami mungkin , karena pemangku
kekuasaan lebih berhak menentukan kegiatan mana yang harus diprioritaskan.
Kegiatan GLS di sekolah kami dilakukan dengan
melakukan membaca bersama setelah berdoa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di
lapangan. Kegiatan GLS di sekolah kami dilanjutkan dengan membaca 15 menit
sebelum pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan agar kecintaan siswa
terhadap kegiatan membaca lebih baik.
Kabar baik datang pada bulan keempat semester
ini walau baru selentingan atau kabar angin . Kabar baiknya adalah karena
sekolah kami termasuk ke dalam sekolah yang terbawa untuk mengikuti Jambore
Literasi atau Puncak tertinggi dari kegiatan WJLRC ini. Setelah sekian lama
akhirnya kabar anginnya sampai. Dan taraaaaaa
ternyata benar bahwa siswa dari sekolah kami termasuk dalam peserta
Jamlit di Kiara Payung Bandung. Uhhhhh senangnya bukan main. Kami langsung
menghubungi siswa yang terbawa dan menyuruh mempersiapkan diri.
Disamping kegembiaran , kesedihan juga ada
karena mereka yang tidak terbawa menyesal dan menanyakan kapan kegiatan WJLRC
ada lagi. Huft sebagai pembimbing sih sedih karena tidak bisa mengantarkan
mereka ikut Jambore semua. Tapi apalah daya .... semua sudah terjadi.Kesedihan
berikutnya adalah karena kami pembimbingnya tidak ada yang lolos ikut Jamlit
karena ketidakkonsistenan dalam mereviu bukunya. Dan kami sebagai guru , malu
kalah konsisten dengan mereka.
Di Bumi Perkemahan Kiara payung mereka
mengikuti Jambore dengan senang dan gembira. Kegiatan demi kegiatan mereka
lakukan. Panas dan terjalnya medan tidak menjadikan mereka lelah. Mereka tetap
gembira dan bertemu dengan teman-temannya komunitasnya se-Jawa Barat.
Saat mengikuti Jamlit di Kiara Payung misi tersembunyi kami sebagai pembimbing adalah mempertemukan
mereka dengan komunitasnya dan membuktikan kepada mereka bahwa mereka bukan kaum
minoritas.
Setelah selesai mengikuti Jamlit Kiara Payung di perjalanan mereka bercerita
kesenangan mereka mengikuti kegiatan tersebut dan bahkan mereka berjanji kalau
nanti di SMA ada lagi kegiatan itu akan mereka lanjutkan.
Kegiatan GLS di sekolah pasca Jamlit adalah
melanjutkan perjuangan membudayakan dan membiasakan siswa untuk membaca baik
melalui pembiasaan ataupun kegiatan lain .
Seperti halnya hari ini
kegiatan pembiasaan kami dimulai dengan berdoa , bernyanyi dan membaca. Setelah
membaca kami diabsen dan memasuki kelas masing-masing untuk memulai kegiatan
pembelajaranAi Sumartini Dewi
Guru SMPN 1 Cibogo
FB: Ai Smart Dhewi
IG : ai_sumartini_dewi
Email: dhewiaris@gmail.com
Blog: Dhewi'blogspot.com
Bu Ai, kegiatan sekolahnya keren.
BalasHapusterima kasih BuLatifah
HapusBu Ai, kegiatan sekolahnya keren. Sukses selalu bu Ai🥰👍
BalasHapusterima kasih BuLatifah dah mampir, aamiin yra.
HapusJoz mantul sekali lanjutkan. Mampir k cakinin.blogspot.com
BalasHapusterima kasih dah mampir, asiyap
HapusKeren hbs deh
BalasHapusterima kasih BuTitin dah mampir, aamiin yra
HapusDi balik sekolah yang keren afa guru ysng hebat
BalasHapusTerima kasih Bunda, sebetulnya ada tim yang kompak
HapusKeren Bu sekolahnya..
BalasHapusterima kasih dah mampir Bu
HapusSilahkan sy tunggu kunjungan baliknya di www.sarastiana.com
BalasHapusterima kasih sudah mampir, asiyap
HapusMantap Bu, GLN di Spensgo...👍👍💪💪💪
BalasHapusterima kasih BuPrapti, aamiin yra
HapusKereen cinta ..
BalasHapushatur nuhun Buketu, berkat bimbingannya juga
HapusKreatif keren
BalasHapushatur nuhun neng
HapusSiiiplah ... mantul bgt ... salam AKSI ... 💪💪💪
BalasHapusmakasih dah mampir
Hapus