Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Agustus 2020

Dia

 


Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 saatnya aku memulai pembelajaran jarak jauh di kelas 9 B. Seperti biasanya aku memulai kelas dengan menyapa siswa dan menanyakan kabar. Setelah itu berdoa,  membaca surat pendek, dan mengecek kehadiran siswa. Aku memulai pembelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Semua siswa antusias menjawab pertanyaan yang diajukan. Pendahuluan aku akhiri dengan mengecek jumlah yang sudah ngisi presensi. Dari jumlah siswa 32 yang sudah ngisi presensi 28 orang. Lalu aku tanyakan ke temannya tetapi tidak ada yang tahu.

Pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan inti pembelajaran. Biasanya saat kegiatan ini ada yang menyusul masuk kelas tetapi sampai 15 menit terakhir tidak ada yang nyusul masuk kelas. Maka aku tanyakan lagi ke temannya bahkan aku tanyakan apakah dia punya Hp atau tidak dan temannya bilang kalau dia punya hp. Aku bersyukur walau dalam hati. Lima menit terakhir tiba-tiba ada chat masuk. Nomornya tidak dikenal, karena aku penasaran akhirnya aku buka ternyata isinya," Maaf Bu tadi nggak bisa ikut kelas soalnya baru pulang kerja." Aku mengerutkan dahi dan aku pikir itu salah kirim. Namun setelah aku tanyakan lebih lanjut ternyata itu dikirim oleh anak didikku yang tadi tidak masuk kelas. Dia menjelaskan bahwa untuk membeli kuota dia harus bekerja dulu. 

Setelah kelas ditutup dia ngechat lagi untuk meminta tugas yang aku berikan saat dia belum masuk kelas. Sambil menjelaskan tugas yang harus dia kerjakan, aku mencoba menanyakan pekerjaan yang dia lakukan tadi pagi. Dan dengan suara pelan dia menjawab, membantu ayahnya menjadi tukang aduk di tetangganya yang sedang bangun rumah. Aku terhenyak dan membayangkan satu sosok tubuh kurus rambut lurus sibuk mengangkat ember yang berisi adukan di saat teman-temannya yang lain belajar dan bermain.                                                                














Senin, 10 Agustus 2020

Tangisan itu


Sore itu angin berdesir dengan lembutnya. Kicau burung  mengiringi langkah Arini menuju kampusnya. Langkahnya terasa ringan diselingi senyumnya yang ceria. Janji dengan dosen pembimbing untuk melanjutkan skripsnya membuat Arini meletup-letup semangatnya. Tiba di depan ruangan, Arini merasa aneh karena suasana ruangan itu sepi. Padahal kemarin di telfon, beliau menjanjikan pertemuan konsultasi hari ini pukul 16.00 di ruang A.  Arini menengok ke kiri dan kanan ruangan tetapi tetap sunyi.

Beberapa saat Arini duduk di bangku yang tersedia di depan ruangan. mudah-mudahan dosennya datang walau mustahil. Arini tahu persis kalau dosennya tak pernah terlambat kalau buat janji. Tiba-tiba Arini mendengar isak seseorang yang sepertinya sedang menangis. Arini menajamkan pendengarannya dan didekatkan ke lubang kunci. Suara isak itu berubah menjadi suara tangisan. Arini berdiri tetapi tak mendengar suara lain selain tangisan. Bulu kuduk Arini mulai berdesir dan tanpa menunggu lagi Arini mencari bantuan barangkali ada satpam atau caraka. Tetapi tak terlihat seorang pun. Hari menunjukkan pukul 17.30. Arini lalu mencari hand phonenya untuk menghubungi sang dosen. " Duh lawbat" bisik Arini dalam hati. Arini mempercepat langkahnya menuju pintu gerbang depan. Tak sengaja berpapasan dengan seorang caraka. Dia kaget melihat Arini keluar bergegas dari pelataran ruangan  itu. 
Dia bertanya mengapa Arini berada di situ dan dijawab Arini mau konsul dengan dosbingnya. 
Caraka itu  mengatakan kalau dosbing yang dimaksud sudah keluar dari tadi siang katanya mau keluar kota. Dia mengatakan mungkin dia lupa memberitahu Arini. Arini menceritakan bahwa   tadi dia mendengar suara tangisan dari dalam ruangan itu yang dia kira ada seseorang di dalam. 
Caraka itu  tertawa, dan menjelaskan kalau ruangan itu dari tadi sepi dan sudah terkunci. 

Caraka itu   mengatakan bahwa sejak beberapa tahun belakangan ruangan itu tak pernah di pakai sore hari apalagi malam karena dulu  ada mahasiswa yang bunuh diri karena diputusin pacarnya. Jadi semenjak kejadian itu sering terdengar tangisan sore atau malam hari dan orang-orang mengira itu tangisan perempuan itu. Desi kaget dan lemas. 

Sabtu, 25 Desember 2010

AKU dan ANAK ITU

Siang itu cuaca sangat terik.Pepohonan mengeluh karena tubuhnya terbakar sang raja siang. Orang-orang sepertinya enggan menginjakkan kakinya keluar rumah. mereka lebih memilih berdiam di rumah ditemani sang Televisi atau nonton DVD.Farah masih melangkahkan kakinya menuju loket pembayaran listrik.Tagihan

Selasa, 26 Oktober 2010

Guruku Permataku

Pagi itu kumulai aktivitasku seperti biasa. mulai dari bangun pagi, beres-beres rumah, mandi, sarapan, dan berangkat kesekolah dengan angkutan yang biasa kunaiki, yaitu sepeda mini kesukaanku. Sepeda itu adalah sepeda kebanggaanku karena kubeli dengan jerih payah sendiri, mulai menabung sedikit demi sedikit.Sampai

Senin, 13 September 2010

"Dua Hati"

Udara panas tidak menghalang dia untuk melakukannya. Jalan sempit juga bukan rintangan untuk mempercepat laju motornya yang sangat kencang. Bahkan teriakan orang-orang di sekitar pun tak lagi dia pedulikan. Dia tancap gas tanpa melihat kiri dan kanan. Semua orang yang ada di situ menarik nafas karena

"Suatu Pagi"

Subuh itu aku berangkat dengan diantar ibuku. Udara dingin menyusup ke balik jaket yang aku kenakan. Suara burung bersahutan membangunkan penghuni desa itu. Suara adzan juga masih terdengar ditelingaku. Aku berjalan menyusuri jalan yang gelap, hanya terang bulan lah yang sedikit memberikan sinarnya agar