Rabu, 03 Juni 2020

DIA 2

Sepulang dari klinik, aku masih memikirkan beberapa kejadian yang aku alami terutama kejadian yang berhubungan dengan Fatimah sahabatku. Aku tak habis mengerti dan itu membuat kepalaku kembali nyut-nyutan. Aku pegangi kepala dan kuurut perlahan.
" Nak jangan dipaksa mengingat kejadian itu." Ujar ibu sambil mengelus kepalaku dengan lembut.
" Aku masih bingung Bu, mana bisa Fatimah ikut terpanggang sementara beberapa saat sebelum bapak-bapak itu datang masih ngobrol denganku." jawabku sambil menatap ibu yang terlihat menetekan air matanya.
" Iya nak, ibu paham dengan pikiran dan perasaanmu. " Ibu kembali berbicara padaku.
" Tapi kenapa orang nggak percaya Bu." Aku tetap memaksa ibu untuk mempercayai aku.
" Ibu percaya dengan yang kamu alami Nak, hanya kita juga harus mempercayai kenyataan." Ujar ibu sambil menarik napas perlaha. Kudengar napas ibu berat dan tertahan.
" Istirahatlah" Kata Bapak menghampiri kami.
" Iya pak." Ucapku sambil mencoba meluruskan badan yang terasa sangat lelah.
Tanpa terasa aku tertidur kembali.
" Anita tolong aku." Suara Fatimah sangat jelas terdengar di telingaku. Tampak dia berusaha bangkit dan mencari pegangan yang bisa digapai tangannya. Aku berlari ke sana ke mari mencari orang yang bisa kumintai bantuan, tapi tak seorang pun orang melintas di plan kami.
" Sabar ya Fat aku cari bantuan." Ujarku setengah berteriak.
" Iya Nit, jangan lama-lama ya... aku nggak kuat." jawabnya sambil menatap sayu kepadaku.
Aku berlari mengitari sekitaran pabrik. Biasanya banyak orang berlalu lalang. Tapi hari itu entah kenapa tak ada satu pun yang bisa kujumpai. Aku terus berlari mencari bantuan sampai tibna di tepi pematang sawah. Di sana aku melihat seekor kucing sedang terpincang-pincang jalannya. Aku nggak tega lalu aku hampiri dan ternyata kaki kucing itu terluka. Aku pangku dan dibawa ke ranggon yang ada di pinggir pematang. Aku usap dan kuobati dengan getah pisang sampai dia terlelap.
Aku baru teringat dengan Fatimah yang minta tolong. Aku berlari mencari bantuan ke sekitar tetapi tak kutemukan. Aku putus asa.
Sekelebat kulihat bayangan hitam, lalu aku panggil.
" Pak... Pak... boleh aku minta tolong? temanku sedang kesulitan di pla B" Ujarku.
Lagi-lagi tak nampak. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke tempat Fatimah terjatuh tadi. Aku berlari sekuat tenaga karena takut Fatimah tak tertolong.
Tiba di plan B, aku sangat terkejut karena Fatimah tidak ada di situ.
" Fat...Fat kamu dimana? " Tanyaku sambil mengarahkan mataku ke sekitar ruangan itu.
Tak terdengar jawaban. Aku bingung. kemana dia pikirku. Lalu aku berjalan ke bawah tangga. Aku sedang termenung, sekelebat kulihat bayangan hitam melintas. Aku pikir Fatimah ngajak bercanda.
" Fat jangan bercanda dong." ujarku." Kamu sudah bisa turun ya..? Tanyaku lagi.
Tak terdengar jawaban. Dalam hati aku bingung. Kenapa Fatimah sekarang malah mengajakku bercanda. Aku susuri tempat tadi bayangan berkelebat, tapi aku tak menemukan apapun.
Akhirnya aku terduduk di tangga. Terlihat lagi bayangan hitam tetapi sekarang seperti sedang menggendong sesuatu.
" Fat ih masa kamu mempermainkan aku. " Aku berteriak.  Tak terdengar apa-apa lagi. Saking penasarannya aku mengejar bayangan hitam itu dengan sekuat tenaga. Aku kelilingi ruangan plan B tapi tak kutemukan. Aku semakin mempercepat lariku karena setiap saat aku berhenti maka kelebat bayangan hitam itu muncul. Saking cepatnya aku berlari sampai tak terasa ku tersandung batu yang sangat besar.
" Duh, " aku berteriak dan blug aku terjatuh. Aku menarik kakiku dan mencoba berdiri tapi sangat berat. Aaaarrrggghhhhh...
" Anita" Ibu berteriak." Kenapa lagi? Tanya Ibu.
" Fatimah Bu, tadi digendong orang berbaju hitam lewat ke sini." jawabku sambil mengatur napas.
" Nak, istigfar." Ucap ibu sambil memelukku. " tadi kamu tertidur dengan napas ngos-ngosan lalu jatuh dari tempat tidur.
" Iya Bu itu sedang mencari Fatimah" Jawabku sambil terus mencari-cari.
" Nak... sadar... Fatimah itu sudah tiada. Jenazahnya sudah dikebumikan tadi siang." Ujar ibu sambil menangis.
" Ih ibu tadi aku bertemu, dia minta tolong sama Nita." Aku tak mau kalah." Pokoknya harus menolong dia.
" Ya ampun Gusti, kenapa dengan anakku." Ibu menangis dan memanggil Bapak." Pak tolong."
bapak tergopoh-gopoh datang menemui ibu yang sedang menangis dan memelukku yang tak sadarkan diri.

Subang, 030620


Tidak ada komentar:

Posting Komentar