Saat kutanya siapa ayahnya, dia menggelengkan kepalanya.Saat kuatnya siapa ibunya, dia menggeleng juga. Saat kutanya dengan siapa tinggal, dia menangis sejadi-jadinya. Aku kaget. Kenapa bisa jadi begini?
Aku memanggil dia saat seorang anak kelas di sebelahnya mengadu, bahwa kelasnya kotor dilempari anak laki-laki sebelahnya.Dan memang kelas yang akan aku masukin sangat kotor oleh tanah. Tanah berserakan dimana-mana.Aku bawa dia ke ruangan dimana mejaku bertengger. Aku dudukkan dan mulai kuajak bicara,mulai dari hal-hal yang ringan sampai menuju hal yang agak pribadi. Awalnya dia menjawab dengan ringan dan diselingi tawa yang memperlihatkan deretan giginya yang nampak kurang terurus.
"Nama kamu siapa?" itulah pertanyaan yang pertama yang aku lontarkan.
" Syarif Bu..." jawabnya.
"Kelas berapa" lanjutku.
"Kelas 8 D Bu..." jawabnya.
"rumahnya dimana", tanyaku.
"Di Padasuka Bu...." jawabnya singkat.
Aku terus ngobrol sama dia dan dia pun memnjawab tanpa beban. Mungkin di pikirannya ,apa susahnya menjawab pertanyaan yang seperti itu.Sampai pada akhirnya aku bertanya tentang keluarganya.
"Kamu tinggal sama siapa?" tanyaku.
"sama Nenek Bu..." jawabnya.
"Bapakmu kerja? "dia menggeleng.
"Ibumu kerja juga?" Dia menggeleng juga.
Wah kenapa semua dijawab dengan menggeleng? Aku mereka-reka dalam hati apa gerangan yang terjadi dengan anak didikku yang satu ini.Wajahnya yang tirs mulai ditekuk seolah menyembunyikan suasana gelisah yang ada dalam pikirannya saat itu.
Aku tambah penasaran.
Tapi sering ketemu ayah dan ibu kamu" tanyaku seolah menyelidik dan dia tahu bahwa aku bertanya lebih lanjut.Dia menggeleng dan terlihat tambah membungkukkan punggungnya seolah dia enggan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan.
"Syarif....kenapa kamu nggak jawab pertanyaan Ibu...?" tanyaku .
Tanpa disangka dia angkat muka dan tatapannya nyala. Aku terkejut dan terkesima. Wah ada apa dengan anak misterius ini.Aku balik menatapnya, seolah aku malah tambah ingin tahu pesoalan yang menimpanya sehingga dia berlaku aneh seperti itu.
"Ibu sih nggak ngerasa, dari kecil sampai sekarang saya belum pernah bertemu ayah dan ibuku."teriaknya.
Aku terkesima dengan jawabannya yang spontan tapi menyiratkan kekecewaan yang mendalam.
"Tapi kenapa?" tanyaku lebih jelas.
"Mana Ibu tahu kalo kamu nggak cerita" kamu kan asyik dengan dunia kamu sendiri bahkan kalo ibu ajak bicara pun kamu tak acuh." ujarku.
Dia menatapku kembali dengan tatapan penuh kebencian.
"Bu kata nenek, aku sejak kecil sudah ditinggalkan oleh mereka.Mereka lebih mentingin kepentingannya dari pada mentingin aku" ucapnya tajam.
"Iya...Ibu paham." Aku mencoba menenangkan emosinya dia yang mulai tidak stabil.Kupegang tangannya. Kutatap matanya.Baru aku tahu bahwa di matanya tersimpan sejuta kesedihan.
Aku menyesal kenapa aku baru mengenal dia setelah ketahua bahwa dia sangat menderita.
Kupandangi lagi wajahnya yang tirus, matanya yang sayu, tatapannya yang kosong.dan menyiratkan penderitaan yang berkepanjangan. terbayang dalam benakku bahwa dalam usianya yang terbilang masih dini dia harus menanggung penderitaan yang sangat berat.
Aku tarik napas dan melemparkan pandanganku ke pakaian yang dia kenakan saat itu. Pakaian seragam yang lusuh dan kumal. Terbayang bahwa yang mencuci baju itu adalah seorang nenek tua dengan tergopoh-gopoh ingin menyenangkan hati cucunya.
Saat itu aku akhiri obrolanku dengannya dan kuperintahkan dia pulang dengan gelantug sejuta tanya untuk penderitaannya.
Aku pulang dengan lunglai karena cape.
Esoknya aku sengaja mencari dia dan ingin kuberikan beberapa potong pakaian sekedar menunjukkan rasa simpatikku pada dia.Aku menuju kelasnya dan beberapa kali kutanyakan pada temannya.Mereka semua menggeleng menandakan bahwa mereka tak melihatnya.
Sampai di akhir bangunan yang merupakan kelasnya,aku tanya pada KM apakah dia melihat Syarif? ZMereka menjawab bahwa tidak mel;ihatnya hari ini. Aku kaget dan bingung. Kemana dia???? padahal aku ingin menunjukkan bahwa aku simpati dengan kehidupannya. Sampai siswa yang terakhir kutanya.
"Dia di ujung gang Bu..." katanya.
"sedang apa? tanyaku.
" Nggak tahu Bu katanya sedang menunggu Ayah dan Ibunya pulang dari kota" kata dia.
Deg..., aku kaget.Jangan -jangan gara-gara obrolan kemarin dia jadi teringat dengan ayah dan Ibunya yang sudah lama dilupakannya dengan cara mencari perhatian yang aneh.
Aku minta antar seorang anak yang memang mengetahui tempat dia menunggunya.Dan benar.....Di ujung gang sempit ada anak sedang duduk memeluk lututnya sambil sesekali melemparkan pandangannya ke depan.
Aku menghampirinya.Aku jongkok dan mengusap kepalanya. Dia menunduk dan tambah dalam.Aku terkesiap bahwa dibalik kenakalan yang dilakukannya ternyata dia rapuh.
"Syarif.....ayo kita ke sekolah" ajakku hati-hati.
Dia menggeleng.
"Kenapa" tanyaku lagi.
"Syarif akan menunggu ayah dan Ibu di sini Bu...." katanya.
Tapi sampai kapan???? tanyaku lagi.
Dia menggeleng dan terlihat air matanya deras membanjiri pipinya yang baru kali ini kelihatan sangat tirus.
Aku mencoba membujuknya tapi tetep dia nggak mau dan nggak peduli kalau semua temannya sudah ada di situ.
"Syarif......" sapa teman-temannya.
Dia terdongak dan berlari...terus berlari.....
Aku memanggil dia saat seorang anak kelas di sebelahnya mengadu, bahwa kelasnya kotor dilempari anak laki-laki sebelahnya.Dan memang kelas yang akan aku masukin sangat kotor oleh tanah. Tanah berserakan dimana-mana.Aku bawa dia ke ruangan dimana mejaku bertengger. Aku dudukkan dan mulai kuajak bicara,mulai dari hal-hal yang ringan sampai menuju hal yang agak pribadi. Awalnya dia menjawab dengan ringan dan diselingi tawa yang memperlihatkan deretan giginya yang nampak kurang terurus.
"Nama kamu siapa?" itulah pertanyaan yang pertama yang aku lontarkan.
" Syarif Bu..." jawabnya.
"Kelas berapa" lanjutku.
"Kelas 8 D Bu..." jawabnya.
"rumahnya dimana", tanyaku.
"Di Padasuka Bu...." jawabnya singkat.
Aku terus ngobrol sama dia dan dia pun memnjawab tanpa beban. Mungkin di pikirannya ,apa susahnya menjawab pertanyaan yang seperti itu.Sampai pada akhirnya aku bertanya tentang keluarganya.
"Kamu tinggal sama siapa?" tanyaku.
"sama Nenek Bu..." jawabnya.
"Bapakmu kerja? "dia menggeleng.
"Ibumu kerja juga?" Dia menggeleng juga.
Wah kenapa semua dijawab dengan menggeleng? Aku mereka-reka dalam hati apa gerangan yang terjadi dengan anak didikku yang satu ini.Wajahnya yang tirs mulai ditekuk seolah menyembunyikan suasana gelisah yang ada dalam pikirannya saat itu.
Aku tambah penasaran.
Tapi sering ketemu ayah dan ibu kamu" tanyaku seolah menyelidik dan dia tahu bahwa aku bertanya lebih lanjut.Dia menggeleng dan terlihat tambah membungkukkan punggungnya seolah dia enggan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan.
"Syarif....kenapa kamu nggak jawab pertanyaan Ibu...?" tanyaku .
Tanpa disangka dia angkat muka dan tatapannya nyala. Aku terkejut dan terkesima. Wah ada apa dengan anak misterius ini.Aku balik menatapnya, seolah aku malah tambah ingin tahu pesoalan yang menimpanya sehingga dia berlaku aneh seperti itu.
"Ibu sih nggak ngerasa, dari kecil sampai sekarang saya belum pernah bertemu ayah dan ibuku."teriaknya.
Aku terkesima dengan jawabannya yang spontan tapi menyiratkan kekecewaan yang mendalam.
"Tapi kenapa?" tanyaku lebih jelas.
"Mana Ibu tahu kalo kamu nggak cerita" kamu kan asyik dengan dunia kamu sendiri bahkan kalo ibu ajak bicara pun kamu tak acuh." ujarku.
Dia menatapku kembali dengan tatapan penuh kebencian.
"Bu kata nenek, aku sejak kecil sudah ditinggalkan oleh mereka.Mereka lebih mentingin kepentingannya dari pada mentingin aku" ucapnya tajam.
"Iya...Ibu paham." Aku mencoba menenangkan emosinya dia yang mulai tidak stabil.Kupegang tangannya. Kutatap matanya.Baru aku tahu bahwa di matanya tersimpan sejuta kesedihan.
Aku menyesal kenapa aku baru mengenal dia setelah ketahua bahwa dia sangat menderita.
Kupandangi lagi wajahnya yang tirus, matanya yang sayu, tatapannya yang kosong.dan menyiratkan penderitaan yang berkepanjangan. terbayang dalam benakku bahwa dalam usianya yang terbilang masih dini dia harus menanggung penderitaan yang sangat berat.
Aku tarik napas dan melemparkan pandanganku ke pakaian yang dia kenakan saat itu. Pakaian seragam yang lusuh dan kumal. Terbayang bahwa yang mencuci baju itu adalah seorang nenek tua dengan tergopoh-gopoh ingin menyenangkan hati cucunya.
Saat itu aku akhiri obrolanku dengannya dan kuperintahkan dia pulang dengan gelantug sejuta tanya untuk penderitaannya.
Aku pulang dengan lunglai karena cape.
Esoknya aku sengaja mencari dia dan ingin kuberikan beberapa potong pakaian sekedar menunjukkan rasa simpatikku pada dia.Aku menuju kelasnya dan beberapa kali kutanyakan pada temannya.Mereka semua menggeleng menandakan bahwa mereka tak melihatnya.
Sampai di akhir bangunan yang merupakan kelasnya,aku tanya pada KM apakah dia melihat Syarif? ZMereka menjawab bahwa tidak mel;ihatnya hari ini. Aku kaget dan bingung. Kemana dia???? padahal aku ingin menunjukkan bahwa aku simpati dengan kehidupannya. Sampai siswa yang terakhir kutanya.
"Dia di ujung gang Bu..." katanya.
"sedang apa? tanyaku.
" Nggak tahu Bu katanya sedang menunggu Ayah dan Ibunya pulang dari kota" kata dia.
Deg..., aku kaget.Jangan -jangan gara-gara obrolan kemarin dia jadi teringat dengan ayah dan Ibunya yang sudah lama dilupakannya dengan cara mencari perhatian yang aneh.
Aku minta antar seorang anak yang memang mengetahui tempat dia menunggunya.Dan benar.....Di ujung gang sempit ada anak sedang duduk memeluk lututnya sambil sesekali melemparkan pandangannya ke depan.
Aku menghampirinya.Aku jongkok dan mengusap kepalanya. Dia menunduk dan tambah dalam.Aku terkesiap bahwa dibalik kenakalan yang dilakukannya ternyata dia rapuh.
"Syarif.....ayo kita ke sekolah" ajakku hati-hati.
Dia menggeleng.
"Kenapa" tanyaku lagi.
"Syarif akan menunggu ayah dan Ibu di sini Bu...." katanya.
Tapi sampai kapan???? tanyaku lagi.
Dia menggeleng dan terlihat air matanya deras membanjiri pipinya yang baru kali ini kelihatan sangat tirus.
Aku mencoba membujuknya tapi tetep dia nggak mau dan nggak peduli kalau semua temannya sudah ada di situ.
"Syarif......" sapa teman-temannya.
Dia terdongak dan berlari...terus berlari.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar